Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta ini harus berhadapan dengan berbagai risiko kesehatan. Kendaraan bermotor memadati tiap jalan menyebabkan
kemacetan dan stres pada pengendaranya, serta mengotori paru-paru warga yang tinggal di sekitarnya. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jerman menemukan adanya kemungkinan hubungan antara pajanan polusi udara asap kendaraan dengan peningkatan resistensi insulin pada anak.
Penelitian tersebut dilakukan pada 397 anak berusia 10 tahun yang tinggal dekat jalan utama dan menunjukkan adanya peningkatan resistensi insulin sebanyak 7% per 500 m. Resistensi insulin berarti seberapa jauh sel dalam tubuh gagal merespon hormon insulin (yang digunakan oleh tubuh untuk mengkonversi gula darah menjadi energi).
Sampel darah diambil dari anak-anak yang menjadi subjek penelitian kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa dan insulin dalam darahnya. Tingkat pajanan terhadap polusi udara diestimasi berdasarkan data polusi udara dari tahun 2008 – 2009 di lingkungan tempat tinggal saat mereka lahir.
Hasil penelitian yang diterbitkan pada jurnal Diabetologia ini disesuaikan dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti berat badan lahir, indeks massa tubuh, dan pajanan terhadap asap rokok di rumah. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa resistensi insulin lebih besar pada anak dengan pajanan polusi udara yang tinggi seperti nitrogen dioksida, dan lain-lain. Efeknya juga lebih besar pada anak dengan indeks massa tubuh yang lebih tinggi.
Elisabeth Thiering dan Joachim Heinrich yang memimpin penelitian ini di German Research Centre for Environmental Health di Neuherberg mengatakan hubungan antara polusi udara dan resistensi insulin ini dapat dijelaskan. “Walaupun toksisitas polutan udara berbeda-beda, mereka merupakan agen oksidasi yang poten yang dapat mempengaruhi lemak dan protein secara langsung maupun tidak melalui aktivasi jalur oksidan intraselular,” kata Dr. Heinrich. “Stres oksidatif yang disebabkan oleh pajanan terhadap polutan udara dapat berperan pada terjadinya resistensi insulin.”
Profesor Jon Ayres, seorang ahli dalam bidang kedokteran lingkungan dan respirasi dari Universitas Birmingham menanggapi hasil penelitan ini dengan skeptis. “Seperti diutarakan oleh penulisnya, pengukuran kadar insulin darah puasa dan estimasi kadar polusi udara tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan. Karena itu, hasil penelitian ini harus dilihat dengan hati-hati, dan penelitian yang lebih besar dengan metode yang lebih akurat perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi kemungkinan adanya hubungan antara polusi udara asap kendaraan dengan resistensi insulin pada anak.” Selain itu, studi ini juga tidak menyebutkan apakah resistensi insulin yang didapatkan pada anak-anak ini signifikan secara klinis dan dapat menyebabkan anak mengalami dibetes saat dewasa.
Menurut Frank Kelly, profesor kesehatan lingkungan di King’s College London mengatakan bahwa anak-anak terutama lebih rentan terhadap pajanan polutan udara. “Mereka memiliki rasio paru-tubuh yang lebih besar, sel-sel pada dinding saluran pernapasan mereka lebih permeabel terhadap polutan udara, dan mekanisme pertahanan paru mereka belum berkembang sempurna.” Karena itu walaupun konsentasi polutan udara yang dihirup sama, dosis yang mencapai paru lebih tinggi dua hingga empat kali lipat pada anak dibandingkan orang dewasa
.