Setiap tahun pada tanggal 25 April, dunia memperingati Hari Malaria Dunia (
World Malaria Day) untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit yang membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya ini. Pada tahun 2010, penyakit ini memakan korban jiwa sejumlah 660.000 orang.
Afrika merupakan benua yang paling menderita, mendominasi angka kematian sebanyak >90%, 86% diantaranya pada anak di bawah usia 5 tahun. Bisa dibilang, satu anak meninggal karena malaria setiap detiknya di Afrika. Namun secara keseluruhan, angka kematian karena malaria sudah turun sebanyak 25% sejak tahun 2000.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Sekitar 50% populasi Indonesia berisiko terinfeksi malaria, terutama di daerah pedesaan yang miskin. Daerah yang terutama berisiko adalah di luar pulau Jawa, terutama bagian timur Indonesia, dari Nusa Tenggara Timur ke Maluku dan Papua. Di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi level transmisinya masuk dalam tingkat menengah.
Total kasus malaria yang didiagnosis secara klinis pada tahun 2007 adalah sekitar 1.774.845, tahun 2008 1.624.930, dan tahun 2009 1.462.437. Sedangkan total kasus malaria yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium pada tahun 2007 adalah 311.789, tahun 2008 266.277, dan tahun 2009 199.576.
Indonesia menargetkan eliminasi malaria pada tahun 2030. Tahun 2009, Kementerian Kesehatan secara eksplisit menjadikan eliminasi malaria sebagian tujuan nasional yang akan dilaksanakan secara bertahap, dari satu pulau ke pulau yang lain.
Gejala Malaria pada Anak
Anak dengan malaria mengalami gejala klinis seperti demam, muntah-muntah, sakit kepala dan gejala seperti flu. Bila tidak ditangani, infeksi ini dapat menyebabkan kejang, koma dan kematian. Mereka yang selamat dari episode malaria berat dapat menderita gangguan belajar dan kerusakan otak. Infeksi berulang malaria dapat menyebabkan anemia dan gangguan perkembangan.
Ibu hamil dan janin yang dikandungnya menghadapi risiko tertentu karena dapat mengalami anemia maternal, infeksi plasenta, dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah yang merupakani faktor risiko terbesar pada minggu-minggu pertama kehidupan bayi.
Diagnosis dan Tatalaksana
World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa semua kasus yang dicurigai malaria perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi adanya parasit (dengan mikroskop atau rapid diagnostic test) sebelum pemberian terapi.
Di Indonesia, malaria resisten terhadap terapi dengan klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Terapi yang lebih efektif adalah dengan
artemisinin-containing combination therapy (ACTs) yang lebih mahal
. Sejak tahun 2004, ACT telah menjadi terapi standar
malaria di Indonesia. Terapi ini sebaiknya diberikan dalam 24 jam setelah timbulnya gejala.
Pencegahan
Penggunaan kelambu tempat tidur yang diberi insektisida pada area dengan transmisi tinggi dapat mengurangi kematian anak karena malaria hingga 50%. Pada akhir tahun 2008, kurang dari 10% anak Indonesia di daerah endemik malaria tidur dengan perlindungan kelambu.
Saat ini belum ada vaksin berlisensi untuk mencegah malaria atau parasit lain. Sebuah
vaksin penelitian untuk mencegah infeksi P. falciparum disebut RTS.S/A01 saat ini sedang dievaluasi dalam sebuah
clinical trial di 7 negara di benua Afrika. Rekomendasi penggunaan vaksin ini akan bergantung pada hasil penelitian yang diharapkan keluar pada tahun 2014.