Difteri atau sakit akibat infeksi bakteri
Corynebacterium diphtheriae merupakan salah satu penyakit yang mengancam nyawa, khususnya anak-anak usia 1 – 10 tahun karena dapat mengakibatkan kematian hanya dalam kurun waktu 3-4 hari saja. Bakteri ini bekerja dengan cara mengeluarkan racun/ toxin yang akan menyebar melalui saluran darah dan membunuh jaringan dan sel-sel tubuh.
Penyakit infeksi yang berasal dari manusia dan lingkungan kotor yang ditularkan melalui udara maupun sentuhan ini, memudahkan untuk berkembang biak dan mewabah di masyarakat. Penyakit ini mempunyai gejala awal yang terkadang dianggap remeh, sehingga seringkali penanganan penderita di tangan medis sudah termasuk terlambat. Gejala yang ditimbulkan yakni seperti demam yang tidak terlalu tinggi, sakit tenggorokan, mengeluarkan lendir dari hidung atau mulut, dan lemah. Gejala-Gejala awal ini sepintas serupa dengan flu biasa pada anak-anak. Sehingga pada saat telah munculnya membran atau selaput tipis pada infeksi, yang menjadi karakteristik difteri ini, seringkali tidak disadari.
Berdasarkan tingkat keganasannya, akibat dari bakteri difteri sendiri terbagi menjadi 3 tingkatan. Namun tidak diayal, bahkan untuk kasus yang rendah sekalipun, tetap mampu mengarah pada kematian tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh karakteristik diagnosa dari penyakit Difteri yang umumnya akan menyerang saluran pernapasan terlebih dahulu dengan terjadinya pembengkakan (bull neck) dan membentuk ulkus (luka membulat/oval kemerahan) dilapisi oleh selaput tipis berwarna keabu-abuan (beberapa kasus juga berwarna kuning, putih atau menghitam)
. Karakteristik selaput fisik inilah yang apabila terbuka secara paksa akan mengakibatkan pendarahan ataupun nanah dan terkadang selaput ini juga terbuka secara tidak sengaja dan menutup pernapasan anak sehingga mengakibatkan kematian mendadak.
Sesungguhnya penyakit ini merupakan penyakit lama yang seharusnya sudah terberantas apabila imunisasi vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) telah diberikan kepada anak sejak dini. Namun kenyataanya imunisasi masih memiliki kendala tersendiri dalam mencakup seluruh anak di Indonesia., baik ketidak tahuan masyarakat akan manfaat vaksin maupun karena luasnya daerah yang tidak terjangkau. Hingga difteri tercatat dalam KLB atau kejadian luar biasa yang mengakibatkan puluhan kematian pada anak di Jawa Barat tahun 2005 – 2007 hingga Kalimantan 2010.
Dan kini kembali terjadi di Jawa Timur dengan jumlah kematian yang makin tinggi sejak Januari hingga Oktober 2011 yaitu mencapai 328 orang meninggal akibat infeksi difteri, seperti di jelaskan oleh Gubernur Jatim Soekarwo, Senin kemarin (10/10/2011). Untuk itu kini digalakkan kembali vaksinasi missal yang memakan anggaran 10 miliar dan tambahan 10 miliar lagi yang disalurkan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPD) Jatim.
Kewaspadaan difteri tidak hanya pada mereka yang sedang berada pada daerah mewabahnya infeksi ini, namun juga perlunya kewaspadaan sejak dini mengenai pentingnya imunisasi vaksin DPT yang meskipun memberikan efek demam pada anak, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dan pentingnya pemeriksaan secepatnya apabila gejala-gejala difteri terlihat.