Kasus jantung berhenti mendadak umumnya terjadi pada usia lanjut (lansia)
. Terutama, pada mereka yang pernah menderita serangan jantung, gangguan listrik jantung, atau penyakit jantung koroner.
Meski begitu, remaja mungkin saja mengalami henti jantung mendadak, sekalipun dia tidak menderita gangguan jantung. 'Pada penderita yang tak mengalami gangguan, penghentian jantung mendadak bisa disebabkan trauma, infeksi, kanker, atau overdosis obat,' jelas Prof Dr dr Rochmad Romdoni SpPD SpJP(K) FIHA FASCC.
Spesialis jantung dan pembuluh darah RSUD dr Soetomo itu mengatakan, henti jantung mendadak tidak sama dengan serangan jantung. Memang objek yang diserang sama, jantung. Dua-duanya juga berisiko kematian.
Namun, keduanya beda. Disebut mengalami penghentian jantung bila seseorang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri, denyut nadi tak teraba, sulit bernapas, dan meninggal dalam hitungan detik. Sementara itu, yang disebut serangan jantung adalah adanya penyumbatan pada arteri yang mengirimkan darah ke jantung. Dampaknya, organ tubuh tak mendapat suplai oksigen. Lama-kelamaan, organ tubuh rusak dan pasien meninggal. 'Penderita serangan jantung masih bisa diselamatkan,' tambahnya.
Angka kejadian penghentian jantung mendadak cukup besar. Diperkirakan, tiap tahun 10 ribu warga Indonesia meninggal karena jantungnya berhenti mendadak. Itu berarti sekitar 30 orang per hari. 'Penderita jantung koroner yang paling banyak mengalami penghentian jantung mendadak,' ujar Romdoni.
Meski disebut penghentian jantung mendadak, kadang ada beberapa gejala yang bisa dijadikan peringatan. Yakni, jantung berdetak kencang, keluar keringat dingin, dan pusing. Tanda lain adalah pingsan, napas pendek (tersengal-sengal), dan nyeri dada.
Sulitnya, ada pula pasien yang tak mengalami gejala-gejala tersebut. Dia tiba-tiba pingsan dan akhirnya meninggal. 'Untuk deteksi dini, penderita jangan mengabaikan sinyal dari tubuh. Jika ada yang tak beres, segera periksa ke dokter,' saran guru besar Unair itu.
Dengan pemeriksaan dini, dokter bisa memberikan pengobatan jika ada indikasi yang mengarah ke penghentian jantung mendadak. Pengobatan yang mungkin diberikan, antara lain, revaskularisasi, memperbaiki aliran darah ke otot-otot jantung. Hal itu bisa dilakukan dengan operasi
by pass atau pemasangan balon (
percutaneous angiopathy).
Beberapa obat mungkin juga diberikan untuk membantu pasien bertahan. Pasien penyakit jantung koroner, misalnya, bisa diberi obat seperti aspirin, nitrat, beta blocker, dan statin. Pasien yang berisiko tinggi mengalami penghentian jantung mendadak juga bisa dipasangi
implantable cardioverter defibrillator (ICD). 'Alat tersebut dapat memonitor ritme jantung pasien. Bila ritme jantung penderita tak bagus, otomatis alat tersebut memberi guncangan. Tujuannya, mengembalikan ritme jantung jadi normal,' jelas Romdoni.