Ganja secara pribadi saya kenal dalam buku-buku psikiatri umum dan buku psikiatri yang membahas khusus masalah penyalahgunaan zat adiktif. Keduanya sama-sama masuk golongan zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan. Secara diagnostik, pemakaian kedua zat tersebut termasuk dalam diagnostik gangguan jiwa menurut DSM IV-TR (USA), ICD 10 (WHO) dan PPDGJ III (INDONESIA) yang bisa menimbulkan intoksikasi, reaksi putus zat dan ketergantungan.
Ganja sebenarnya merupakan sebutan untuk Canabis (yang mengandung delta-9-tetrahidrocabinol/THC) dengan kekuatan menengah. Canabis/Marijuana yang paling murah dan potensinya lemah banyak digunakan di Amerika Serikat dengan nama Bhang. Kekuatan marijuana/canabis yang paling kuat adalah Chara yang banyak ditemukan di India. Marijuana sendiri sudah dikenal sejak lama bahkan sejak sebelum masehi dan terdapat dalam konpedium obat herbal cina yaitu the Herbal of Emperor Shen Nung tahun 2737 SM.
Efek terhadap kesehatan mental pada pemakaian ganja untuk rekreasi banyak diteliti. Walaupun beberapa kelompok yang mendukung legalisasi ganja baik di dalam dan luar negeri memaparkan tidak adanya kaitan antara penggunaan ganja dengan gangguan jiwa, bukti penelitian berkata sebaliknya.
Reaksi yang diharapkan dari penggunaan ganja sebenarnya adalah perasaan tenang dan relaks, euforia, perubahan persepsi (warna menjadi lebih indah) perlambatan waktu serta peningkatan persepsi emosional dan pengalam-pengalaman. Namun pada sebagian orang yang terjadi adalah hal yang sebaliknya. Hal-hal ini termaasuk depresi, paranoid, cemas atau serangan panik. Bahkan penelitian mengatakan, percobaan memasukan THC secara intravena ke pasien dapat menghasilkan secara akut gejala-gejala defisit kognitif dan timbulnya gejala-gejala negatif yang menyerupai gejala pada gangguan psikotik kronis. Hal ini pula yang membuat adanya suatu hipotesis adanya hubungan sistem endocannabinoid dalam patofisiologi skizofrenia. Penggunaan ganja yang kronis juga dihubungkan dengan mengecilnya daerah otak (hippocampus dan amygdala) yang berhubungan dengan psikosis, depresi dan penurunan kognitif.
Hasil penelitian yang dimuat di jurnal Aust Fam Physician. 2010 Aug;39(8):554-7 berjudul Cannabis and mental health - management in primary care mengatakan penggunaan awal dan berat dari ganja dihubungkan dengan onset gejala psikosis dan depresi, sedangkan penggunaan yang lama menghasilkan keluaran hasil yang lebih buruk di antara orang-orang yang sudah mengalami gangguan mental.
Jurnal lain Ann Pharm Fr. 2008 Aug;66(4):245-54. Epub 2008 Sep 4 berjudul Induced psychiatric and somatic disorders to cannabis juga mengatakan bahwa penggunaan ganja berhubungan dengan timbulnya gejala psikosis dan kecemasan. Seperti juga zat psikoaktif lain, ganja bisa menjadi faktor yang mengeksaserbasi terjadinya psikopatologi pada pasien.
Di Forti dkk dalam Curr Opin Psychiatry. 2007 May;20(3):228-34,
Cannabis use and psychiatric and cogitive disorders: the chicken or the egg? Mengatakan penggunaan ganja pada remaja meningkatkan risiko terjadinya psikosis terutama pada individu yang rentan
. Seperti banyak penelitian lain, penelitian ini juga mengatakan bahwa pasien yang sudah menderita psikosis yang mengkonsumsi ganja akan memberikan hasil keluaran yang lebih buruk terhadap kesembuhannya. Hal ini karena hubungan efek ganja terhadap sistem dopamin. Penggunaan yang banyak dan kronis juga telah dihubungkan mempengaruhi memori dan performas belajar, baik terhadap individu yang sehat dan pasien yang psikosis.
Jadi memang secara khusus pemakaian ganja bagi individu yang sehat maupun yang sudah menderita gangguan jiwa mempunyai efek yang kurang baik. Bagi individu yang sehat walaupun tidak langsung mempunyai hubungan sebab akibat, ganja menjadi pemicu terjadinya gejala-gejala psikosis dan psikopatologi lain dan bagi individu yang sudah mengalami gangguan jiwa, penggunaan ganja memperberat kondisi gangguan jiwanya.